Eng, ya, monyet juga tahu. Tapi sekarang saya lagi suka bulan Juni. Saya nggak ulang tahun kok bulan Juni. Temen saja juga (seinget saya) nggak ada yang ulang tahun bulan Juni. Tapi saya lagi suka sama puisi. Puisinya Sapardi Djoko Damono. Hujan Bulan Juni.
Tahu puisinya?
Itu saya banget. Saya yang terbiasa untuk bottle up feelings, finally letting it go, and regret the fact for keep it unsaid later. Em, ya, yang terakhir nggak ada di puisi itu. But I tend to do so. Tau kenapa? Karena saya pengecut. Terlalu bertolak belakang, kadang saya begitu. Kadang bisa radical honesty, kadang total coward. Dan sialnya.. Gara-gara satu orang doang saya bisa jadi total coward. Bisa jadi bener-bener bungkem, ho-oh aja.
"Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu"
Kan, kan? Itu saya, yang cuma bisa merahasiakan apa yang ada di dalam kepala saya. Berani bilang orang yang tau saya di SMP 4 nggak kenal saya bener-bener. Munafik? Iyalah, saya munafik. Hipokrit kalau bahasa orang pinternya. Kan yang bener-bener kenal saya bolak-balik cuma.. Heh, cuma Hira, Nida, sama Hanum. Terry, Syifa. Ehem, ada sih yang lain, tapi ilang kemanaa gitu nggak tau haha. Tapi kan begitu kan, saya munafik begitu karena saya pengecut. Nggak berani ambil resiko untuk bener-bener buka diri.
"Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu"
Itu, yang saya bilang tadi. Dipendem, diem aja, nggak bilang.. Nanti nyesel karena diem aja. Mau bilang nggak berani karena coward. Serba salah.. Karena satu orang aja. Dan sialnya itu cuma one-direction-feeling, karena dia nggak ngerasa begitu kan ke saya. Ya sudah.. Saya diam saja. Membiarkan rasa rindu yang menetes bak hujan itu diserap oleh akar pohon, menguap dan menghilang, seolah tak pernah muncul.
Seolah hujan yang memporakporandakan hati tidak pernah terjadi.
Semua yang di center credit ke Sapardi Djoko Damono, anyway. :)